Minggu, 20 Desember 2015

Fanfic Naruto : Second Love

Assalamu'alaikum!

Hai semuanya! Ada yang kangen gak sama aku? (ngarep banget)

Nah sekarang aku coba-coba bikin fanfic Naruto dengan pairing LeeTen. Inspirasinya dari temanku yang katanya dia Lee dan Tenten cocok, dan akhirnya nekat publish fanfic gak jelas gini (apalagi ending-nya!)

Yaudahlah ayo kita mulai!

~~~~~~~~~



Disclaimer :

Masashi Kishimoto-sensei, emangnya siapa lagi yang punya Naruto?
Second Love jelas punyaku.

Rate : T

Pairing : LeeTen

Character : Tenten, Rock Lee, Hyuuga Hinata, Yamanaka Ino, Uzumaki Naruto dan Nara Shikamaru.

Genre : Romance (meski mungkin gak ngena)

Summary : Sebuah kisah dari Tenten dan Lee yang sama-sama gagal dalam cinta pertama mereka masing-masing. Tenten gagal karena sang pujaan, Neji meninggalkannya menghadap sang pencipta. Sementara Lee gagal karena sang pujaan, Sakura meninggalkannya demi Sasuke. Bagaimana dengan cinta kedua mereka?
Warning : OOC! Setting dua tahun setelah perang dunia shinobi keempat! Typo bertebaran!

Enjoy~

Tenten POV

Aku tidak pernah menyangka, kau meninggalkanku secepat itu.

Aku tahu. Aku tidak seharusnya menyalahkan takdir. Kalau takdirmu memang meninggal karena menyelamatkan Naruto dan Hinata, harusnya aku tidak sesedih ini. Walau secara tidak langsung, kau sudah menyelamatkan dunia.

Tapi…

Yang membuatku sedih tentu saja bukan itu. Aku sedih dan juga kecewa pada diriku sendiri. Kenapa… kenapa kau meninggalkanku secepat itu tanpa mendengar bahwa aku…

Mencintaimu.

Aku ada di situ. Yah, tentu maksudku saat detik-detik kematianmu. Dengan mata kepalaku sendiri aku melihat kau mengorbankan dirimu agar Naruto dan Hinata tetap hidup.

Saat itu juga aku ingin menangis. Tapi aku menahannya. Saat itu aku tidak punya waktu untuk menangis. Musuhdan juga Juubiada di depan mata, bersiap menyerang lagi.

Setelah perang usai pun, aku tetap saja menyembunyikan perasanku. Aku berpura-pura senang, padahal aku masih saja sedih memikirkanmu. Payah. Seorang kunoichi tidak boleh terlihat lemah dalam kondisi apapun. Aku harus tetap semangat. Tapi…

Apa aku bisa semangat tanpamu, Neji?

***

‘Tok! Tok! Tok!’

“Tenten?”

Siapa ya? Aku kan sedang siap-siap untuk ‘mengunjungi’ Neji. Dengan malas aku membuka pintu apartemenku.

‘Kriettt!’

“Hinata?”

Ya benar. Itu Hinata, adik sepupu Neji. Sekarang dia memakai gaun terusan berwarna hitam.

“Tenten, kau tidak ingat ini hari a… apa?” tanya Hinata dengan gugup seperti biasa. Mendengar pertanyaan itu aku langsung murung.

“Tentu aku ingat. Ini sudah dua tahun semenjak Neji gugur di medan perang…”

Belum selesai aku menyelesaikan kalimatku, Hinata tiba-tiba memelukku dan mulai menangis. “Sumimasen, Tenten. Gara-gara aku… kau…”

“Sudah tidak apa-apa. Aku tidak menyalahkanmu ataupun Naruto. Kau tidak perlu merasa bersalah.” kataku yang berusaha menenangkan Hinata.

“T… Tapi…”

“Sudahlah Hinata,” kataku yang berusaha tersenyum, meski itu sulit sekali. “itu sudah berlalu. Dua tahun lalu, kan? Lagipula…” aku menyenggol rusuk Hinata dengan jahil. “…kau sudah jadian dengan Naruto, kan?”

Hinata melepas pelukannya dan bisa kulihat wajahnya yang mulai memerah. Hah, senang juga aku bisa menjahili gadis lavender itu. “A… aku… aku… Tenten…”



Tawaku meledak saat melihat wajah Hinata yang memerah juga mulai memelas. Wajahku agak serius kemudian. “Ayo. Neji sudah menunggu kita.”

Hinata mengangguk. Kami pun berjalan menuju pemakaman Konoha.

Saat di jalan, aku dan Hinata sama sekali tidak memulai pembicaraan. Kami sibuk dalam pikiran masing-masing. Ah, aku agak risih terus diam seperti ini.

Aku lega saat Hinata memulai pembicaraan lebih dulu. “Tenten… a… aku rasa kita harus membeli bunga lili untuk Neji-niisan.”

Aku menanggapinya dengan senyum ceriaku. “Saran yang bagus. Ayo.”

Hinata dan aku pun menuju toko bunga Yamanaka.

‘Klining! Klining!’

Irasshaimase!” sapa seorang gadis berambut pirang, also known as, Ino. “Tenten, Hinata?”


“I… Ino? Kau tidak siap-siap?” tanya Hinata.

“Aku sedang siap-siap.” jelas Ino seraya memamerkan gaun hitamnya. “Kalian juga, kan?”

“Tentu.” sahutku cepat. “Kau punya bunga lili kan?”

“Justru aku menyiapkan banyak buga lili hari ini.” jelas Ino lagi. “Mau berapa tangkai?”

“Aku satu saja.” sahutku seraya tersenyum.

“Aku… aku tiga.” sahut Hinata, yang membuatku bahkan Ino terkejut.

“Untuk siapa saja Hinata?” tanyaku penasaran. Bukannya dia mengunjungi Neji saja? Atau dia mau memberikan tiga tangkai bunga lili sekaligus pada Neji?

“Satu untuk Neji-niisan. Lalu…” oh, wajah Hinata mulai memerah. “sisanya rahasia.”

“Huh dasar Hinata.” gerutu Ino yang kalihatan sangat penasaran seraya berkacak pinggang. “Ah iya sedari tadi aku tidak melihat Sakura-forehead. Kalian melihat dia?”

Aku dan Hinata saling pandang. “Kami tidak melihatnya seka tadi.”

Ino menghela nafas. “Ya sudah deh. Ayo, ambil bunganya, bayar, lalu kita pergi.”

***

Lee POV

Aku tidak pernah menyangka, kau mau kuajak jalan berdua denganku.

Sebagai orang yang cinta masa muda, tentu saja aku merasakan hal yang dirasakan apa yang dirasakan saat masa muda. Cinta pertama.

Huhu aku senang sekali! Selama bertahun-tahun mencintai seorang gadis cantik bernama Sakura, akhirnya dia mau jalan berdua denganku! Biasanya dia pasti meledekku, menatapku dengan malas, bahkan tidak memperhatikanku. Sekarang dia mau jalan berdua denganku?! Benar-benar seperti dream come true! (Readers : sok inggris!)

Huah, semangat masa mudaku benar-benar membara!!!!

“Heh Lee. Kau mau apa mengajakku ke tempat seperti ini?”

Ah, suara itu benar-benar indah. Aku seperti mendengar sesosok dewi bernyanyi di sampingku…

“Lee-shannaro!”

Hah? “A… Ada apa, Sakura?”

Huh payah sekali diriku! Mana semangat masa mudaku? Kenapa aku jadi gugup begini? Payah, payah!

“Kenapa kau mengajakku ke tempat ini, sih? Menyeramkan, tahu.”

Oh, oke. Kalian boleh mengatakan aku bodoh semau kalian sekarang. Kenapa aku malah mengajak seorang gadis yang spesial, se-spesial martabak(?) ke sebuah taman yang tepat bersebelahan dengan pemakaman Konoha? Seorang gadis sekuat dia pun bisa takut, apalagi aku?

Hei, tunggu. Harusnya aku tidak boleh terlihat lemah, apalagi takut di depan Sakura kan? Aku benar-benar bodoh! Aku harus menampilkan semangat masa mudaku yang sangat membara!!!!

“Aku ingin mengatakan sesuatu, Sakura.”

Sakura menatapku dengan bingung. “Apa?”

“Kau…” ah, aku gugup sekali sih! Mana semangat masa mudaku yang sangat membara?! “…kau…kau mau tidak jadi…kekasihku?”

Aku mengatakannya! Aku mengatakannya! Aku mengatakannya! Aku mengatakannya! Aku menga… (Reader : *menyumpal mulut Lee dengan kertas* kelamaan!)

Sakura awalnya memang terkejut sebagai reaksi dari pengakuanku tadi, tapi tiba-tiba wajahnya berubah misterius. “Kalau kau memang menyukaiku, kau harusnya tahu apa jawabanku.”

Hah? Jawaban macam apa itu? Dia malah memberikanku sebuah teka-teki. Padahal saat aku belajar bagaimana menyatakan perasaanku pada buku yang selalu dibaca Saiyang kuyakini dibacanya untuk menyatakan perasaannya pada Ino pada suatu hari nanti, seorang gadis yang mendapat sebuah pernyataan cinta pasti menjawab, bukan malah memberi teka-teki.

“Aku diterima?” tebakku dengan semangat masa muda maksimal(?)

Shannaro!!!”

“Huaaa!” teriakku seraya berusaha lari dari pukulan Sakura, tapi sayang sekali. Sejauh-jauhnya aku berlari, tetap akan kena pukulan Sakura juga (kok kayak peribahasa ya?)

“Kau ini, sama bodohnya dengan Naruto.” komentar Sakura setelah puas memukulku. “Kau tentu tidak lupa, kan? Aku sangat mencintai Sasuke-kun, sampai kapanpun. Aku tidak bisa menerima orang lain selain Sasuke-kun.”

Aku? Berusaha menyembunyikan perasaanku. Masa iya Rock Lee bakal menangis karena ditolak? Sampai Kaguya Otsutsuki dibangkitkan lagi ke dunia sekalipun, aku tidak akan menangis hanya karena hal kecil begini.

Kalau dalam hati, mungkin.

Semangat masa mudamu mana Lee?! Kau tidak boleh sedih, harus tetap semangat!! Hidup masa muda!! (jadi gak nyambung gini?)

“Sudah? Aku mau pergi dulu ya. Jaa.” pamit Sakura seraya meninggalkanku.

Oke Lee kau boleh menangis sekarang, rutukku dalam hati.

Cinta pertamaku, gagal.

***

Tenten POV

Makam yang terawat, pikirku saat memandang sendu makam orang yang kucintai semenjak tingkat genin.

“Makam ini terawat sekali, beda dengan makam lain.” komentar Ino yang kelihatannya sependapat denganku. “Siapa yang merawat makam Neji, Hinata?”

“Biasanya aku atau Hanabi. Tapi kadang-kadang anggota klan Hyuuga lain juga ikut merawat makam ini.”

Pantas saja.

Kami pun meletakkan bunga lili yang kami bawamasing-masing satudi makam itu, lalu berdoa.

Ohayou, Neji-niisan.” sapa Hinata yang memulai pembicaraan. “Sumimasen kami baru mengunjungimu sekarang.”

“Ya seperti itulah.” timpal Ino seraya cengengesan. “Akhir-akhir ini banyak sekali misi. Padahal dunia sudah damai setelah perang, tapi masih saja ada misi berbahaya.”

Aku tidak ikut menimpali. Aku sibuk memperhatikan ukiran kanji yang bertuliskan nama Neji di sana. Meski sudah dua tahun berlalu, aku tetap tak bisa melupakan cinta pertamaku. Rasanya tetap saja sakit menyadari takdir ini. Takdir menyakitkan yang harus kujalani.

“Ah, aku harus ke makam otou-san.” kata Ino setelah sekedar berbasa-basi pada Neji. “Aku pamit ya, jaa.

Jaa.” sahutku dan Hinata.

“Oh iya,” aku baru ingat sesuatu. “dua bunga lili sisanya mau kau berikan pada siapa, Hinata?”

Belum sempat Hinata menjawab pertanyaanku, tiba-tiba seorang pria yang memakai setelan serba hitam dan membawa dua tangkai bunga lili menghampiri kami. “Hinata-hime, dattebayo!”

Oh, itu Naruto. Mau mengunjungi siapa dia di pemakaman ini? Apa dia hanya kebetulan lewat dan hanya ingin bertemu Hinata? Ah, tak mungkin juga. Setelannya saja sudah serba hitam begitu. Pasti dia ingin ‘mengunjugi’ seseorang kan? Tapi siapa?

“Tenten, a…aku harus ke makam lain. Jaa.” pamit Hinata. Hinata dan Naruto pun pergi ke dua makam yang bersebelahan.

Aku rasa aku tahu mereka megunjungi siapa. Kalian juga bisa menebaknya, kan?

Aku berpaling dari Hinata dan Narut, kemudian menatap lurus ke arah makam yang berada di depanku.

‘Tidak, tidak Tenten. Kau tidak boleh menangis di sini. Di depan Neji. Neji pasti akan sedih kalau aku sampai menangis. Kau harus kuat…’ batinku yang masih menatap makam Neji.

Kemudian entah kenapa, semua kenangan bersama Neji berputar di otakku bagaikan sedang menonton sebuah video. Saat aku berlatih dengannya, saat dia menyelamatkanku dari bahaya, dan di saat-saat lain yang semakin membuatku tidak bisa menahan diriku. Emosiku tumpah. Aku tidak bisa menahan diri lagi.

Sumimasen Neji, aku menangis di depan makammu.

***

Lee POV

“Lee? Sedang apa kau di sini?” tanya sesosok nanas (*Lee ditimpuk papan shogi*) ehm maksudnya seorang pria berambut menyerupai nanas yang memakai setelan serba hitam. 

“Shikamaru?

“Iya ini aku. Mendokusei.” jelas Shikamaru yang membawa setangkai bunga lili. “Kenapa kau guling-gulingan di taah begitu? Sudah gila kau Lee?”

“Huaa Shikamaru!!!!” teriakku seraya mulai menangis. Oke aku tahu ini terlihat berlebihan, tapi ini benar-benar apa yang kurasakan sekarang.”

“Apaan sih kau, mendokusei. Kau ini aneh-aneh saja.” komentar Shikamaru dengan gaya malasnya seperti biasa. “Lagipula, kau tidak mengunjungi makam Neji? Sekarang kan tepat dua tahun kematian Neji…” Shikamaru memberi jeda sebentar. “…juga otou-sanku.”

Astaga! “Aku baru ingat. Kalau begitu ayo kita ke sana, Shikamaru!”

“Kau yakin tidak mau ganti baju atau membeli bunga lili?”

“Tidak perlu, aku sudah sangat terlambat. Ayo!”

Shikamaru memutar bola matanya malas. “Ck, mendokusei. Iya.”

Aku dan Shikamaru pun memasuki wilayah pemakaman Konoha. Aku berpisah dengan Shikamaru karena dia ingin mengunjungi otou-sannya. Saat aku menghampiri makam Neji, aku melihat seorang gadis menangis di depan makam Neji.

Tunggu, itu kan Tenten? Kenapa dia menangis begitu?

“Tenten!” panggilku dan Tenten menengok.

Normal POV

Tenten menengok mendengar panggilan Lee. Dia pun berusaha menghapus air matanya dan tersenyum sebisa mungkin. “Ada apa, Lee?”

“Kau ini. Sok kuat sekali. Aku tadi lihat kau menangis. Ada apa, Tenten? Mana semangat masa mudamu yang membara?!!”

Oh Lee. Saking semangatnya suaramu, teman-temanmu yang sedang berdoa di makam lain pun serentak menengok ke arah kau dan Tenten. Yang lainHinata, Naruto, Ino dan Shikamarumemperhatikan kalian dengan bingungtambahan dari Shikamaru, “mendokusei. Tenten langsung mengisyaratkan kalau mereka baik-baik saja. Melihat isyarat itu, Hinata dan yang lain kembali memperhatikan makam di depan mereka.

“Kau ini ya Lee. Bisa tidak, kau tidak berteriak sekencang itu? Orang lain jadi terganggu, tahu.” kata Tenten yang berusaha menahan malu.

Gomen ne. Lagipula, kenapa kau menangis begitu? Kalau Neji melihatmu menangis begitu, Neji bisa sedih di alam sana!”

Tenten terkejut mendengarnya. Lee benar. Kalau dia sedih begitu, Neji pasti juga sedih dan tidak tenang di alam sana. Tenten pun tersenyum tipis. “Arigatou Lee. Aku tidak menyangka kau bisa juga jadi bijak.”

“Tentu, aku tidak mau sahabatku sedih begitu.” Lee memperhatikan makam Neji. “Neji! Gomen ne aku baru bisa mengunjungimu, bahkan aku tidak ingat sekarang tanggal berapa. Aku harap kau tidak marah padaku.” kata Lee seraya nyengir kuda.

Tenten yang terus memperhatikan Lee akhirnya menyadari ada jejak air mata di pipi pria cinta masa muda itu. Tanpa pikir panjang lagi, Tenten menghapus jejak air mata itu dengan jempolnya. Dan entah kenapa, wajah Lee merona setelahnya (bayangkan sendiri deh. Author aja nyaris ngakak ngebayanginnya).

“T… Tenten?”

“Aku juga tidak mau sahabatku sedih.” kata Tenten setelah selesai menghapus jejak air mata di pipi Lee. “Kenapa kau sampai sedih begitu? Kau gagal saat latihan, ya?”

Lee menggeleng. “Bukan itu. Sakura… dia menolakku.”

“Pasti karena dia masih mengejar Sasuke.” komentar Tenten yang terdengar agak kesal. “Tenang saja, Lee. Cinta pertama memang sering gagal…” Tenten memberi jeda sebentar. “…contohnya aku.”

Tenten pun menatap makam Neji lagi. “Seharusnya aku bisa mengikhlaskannya dan mencari cinta kedua penggantinya. Tapi tetap saja aku tidak bisa melupakannya.”

“Kau benar juga. Aku juga harusnya mencari cinta kedua sebagai pengganti Sakura, tapi tetap saja susah.” kata Lee yang sedang menatap taman tempat dia menyatakan perasaannnya pada Sakura tadi.

Beberapa detik kemudian, mereka saling pandang dengan kaget, kemudian tertawa kecil.

“Ternyata kita senasib ya, Lee.” komentar Tenten. “Sama-sama gagal di cinta pertama masing-masing.”

“Ya begitulah.” timpal Lee. “Bagaimana kalau kau jadi cinta keduaku?”

Tenten yang mendengarnya langsung merona hebat. “A… apa tadi kau bilang, Lee?”

“Ya seperti yang kau dengar,” sekarang Lee ikut-ikutan merona. “aku selalu berpikir, kalau Sakura tidak menerimaku, mungkin kau bisa menerimaku…” wajah Lee makin merona saja. “kau mau kan nanti sore ke warung dango?”

Tenten tersenyum tipis. “Boleh saja.”

“Aku tunggu ya, Tenten!” kata Lee seraya meninggalkan Tenten yang masih merona.

Tenten pun berpaling ke makam Neji dan tersenyum. “Neji, kau lihat itu? Sekarang aku janji takkan menangis lagi, karena ada Lee di sisiku. Kau tak perlu cemas lagi, oke?”

Dan itulah kisah dua insan manusia yang sama-sama akan memulai cinta kedua, sekaligus terakhir mereka…

Owari!

~~~~~~

Huah akhirnya selesai juga! Maaf ya kalau ending-nya aneh dan OOC terutama Lee karena aku susah membawakan karakter penuh semangat kayak dia!

Sakura : Author! Kok peranku cuma sedikit di sini? Kejam-shannaro!

Author : Ya kan kau emang perannya sedikit secara kau ini peran sampingan. Peranmu baru banyak kalau pairing-nya SasuSaku!

Sakura : *blushing*

Hinata : A... Author? Bukannya ada omake? 

Author : Oh iya ya! Ini dia omake-nya!

Omake



“Lho?” Tenten menengok kearah kiri dan kanan. “Kemana Hinata, Ino, Naruto dan Shikamaru? Bukannya tadi mereka ada di sekitar sini?”

Tenten tidak tahu, empat orang yang dia cari-cari ada di balik semak-semak di belakang posisi Tenten berdiri.

“A… aku bersyukur Tenten akhirnya move on dari Neji-niisan.”

“Aku juga bersyukur si alis tebal bisa move on dari Sakura-chan, dattebayo.”

“Huaa Sakura-forehead menolak Lee? Berarti tadi si forehead ada di sini, dong. Dasar forehead, dicariin ternyata jalan sama Lee!”

Mendokusei. Mau sampai kapan kita mengintai begini?”

Really owari!

~~~~~

Sampai ketemu lagi!

Akhir kata,
Wassalam.

1 komentar: